Komisi VIII DPR Kecam Penggunaan Simbol dan Nama Agama Untuk Kegiatan Bisnis

20-04-2010 / KOMISI VIII

            Penggunaan  nama “Buddha” dan simbol-simbol agama Buddha dalam suatu kegiatan bisnis merupakan suatu pelanggaran hukum dalam hal ini penodaan atau penistaan agama Buddha. Hal tersebut ditegaskan oleh Ketua Komisi VIII DPR Abdul Kadir Karding yang didampingi Wakil Ketua Komisi VIII Yoyoh Yusroh saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Forum Anti Buddha Bar (FABB), di Gedung Nusantara II DPR, Selasa (20/4).

            “Penggunaan simbol dan nama dalam suatu kegiatan bisnis termasuk dalam penodaan atau penistaan agama, dan itu melanggar hukum,” tegas Abdul Kadir Karding.

            Abdul Kadir menambahkan, penodaan tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 a KUHP tentang Penodaan/Penistaan Agama jo. Penetapan Presiden RI Nomor 1 Tahun 1965 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

            Selain itu, jelas Abdul Kadir, pemerintah dalam hal ini Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia telah menarik kembali sertifikat pendaftaran Merk “Buddha Bar”. Karena Merk Buddha Bar tidak dapat didaftar, dengan alasan bertentangan dengan moralitas agama dan ketertiban umum. Dengan demikian, Merk Buddha Bar dinyatakan sudah tidak berlaku lagi, paparnya.

            Zainut Tauhid Sa’adi dari F-PPP berpendapat, secara legal formal “Buddha Bar” ini sah pada posisi keberadaannya. Karena dia sudah mendapatkan izin operasional dari Dinas Pariwisata dan juga gedung yang dipakai adalah gedung cagar budaya yang sudah mendapatkan perizinan. “Tetapi saya tidak setuju dengan pemakaian simbol-simbol agama yang memicu keresahan dan juga menimbulkan ketersinggungan dari umat Buddha,” ungkapnya.

            Terkait dengan penggunaan merk, Zainut mendukung pihak yang bersangkutan untuk mengajukan gugatan kasasi. “Saya mendukung proses hukum ini,” katanya.

            Hayu R Anggara Shelomita dari F-PDI Perjuangan juga merasa tersinggung kalau masalah agama dipakai untuk hal-hal yang tidak menyangkut keagamaan. “Saya tidak hanya tersinggung oleh satu hal, tidak hanya oleh “Buddha Bar”, saya akan tersinggung oleh semua yang memakai nama Buddha dan ornamen-ornamen Buddha tersebut,” tambahnya.

            Menurutnya, kalau kita ingin memperjuangkan harga diri kita sebagai umat beragama, jangan hanya kepada “Buddha Bar” saja tetapi semuanya yang memang mendzalimi agama kita semua.

            Sementara itu, salah seorang perwakilan Forum Anti “Buddha Bar” mengatakan sangat ironis sekali di negara yang kita cintai ini Agama Buddha dijadikan simbol-simbol ditempat yang kurang baik yaitu “Buddha Bar.” Dimana agama seharusnya dijadikan sebagai moral untuk anak bangsa tetapi bukan untuk dilecehkan atau untuk tempat-tempat maksiat. “Kami merasa sedih dan menangis bahwa agama kami dilecehkan,” jelasnya.

Dia berharap agar Komisi VIII dapat membantu mencarikan solusi yang terbaik terkait dengan masalah Buddha Bar ini, khususnya pemerintah agar tanggap terhadap kasus ini.(iw)

BERITA TERKAIT
Program Makan Bergizi Gratis Butuh Rp 71 Triliun, Solusi Pendanaan Jadi Sorotan
20-01-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Program andalan pemerintahan Prabowo-Gibran, Makan Bergizi Gratis (MBG) disediakan anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) sebesar...
Sigit Purnomo: Penggunaan Dana Zakat Harus Transparan dan Tepat Sasaran
17-01-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VIII DPR RI, Sigit Purnomo, menanggapi wacana penggunaan dana zakat untuk mendukung program unggulan pemerintah,...
Kunjungan ke Madinah, Fikri Faqih Dorong BPKH Optimalkan Peran di Layanan Haji dan Umroh
17-01-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VIII DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menyampaikan sejumlah harapan kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)...
Kesepakatan Haji RI dan Arab Saudi Diteken, Kuota Haji 2025 Tetap 221.000 Jamaah
16-01-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi akhirnya menandatangani kesepakatan kerjasama untuk penyelenggaraan haji 2025. Salah satu poin kesepakatan...